Kedua mataku mencoba terbuka. Tapi terasa berat karna diglayuti oleh air mata. Air mata yang belum habis mengalir, sejak minggu malam itu.
Aku menghirup udara dalam dalam. Mencoba meresapi setiap buih kenyataan. Kenyataan yang kini membuatku seakan hilang.
Ya. Aku melepasnya. Membiarkannya tertawa disana bersama sejuta kebahagiaan baru miliknya. Kebahagiaan yang dulu mungkin tak pernah singgah di hidupnya saat bersama aku. Dan kini dapat dirasakan dirinya. Dia adalah ladang kebahagiaanya, ia merasakan kenyamanannya bersama dia. Sedangkan aku? Aku hanya tumpukan beban yang memeluknya erat.
Aku sangat menyayanginya. Dan ia tau itu dengan nyata!
Karna aku sangat menyayanginya, ku coba untuk tegar dan ikhlas untuk melepaskannya. Walau berat sungguh dan ini membuat terhapusnya beberapa ragam perasaanku, ragam tawaku, mimik wajahku, sampai warnaku..yang sekarang, merahku sudah mulai pudar berganti marun.
hmm tak apa, marun pun tak begitu buruk. Hanya saja aku belum terbiasa dengan warna baruku. Mungkin nanti...
Aku akan mencoba untuk tidak ingin memaksakan. Tapi aku berharap, dia dapat merasakan tangisku, merasakan deraku, merasakan detakku, merasakan jejakku, merasakan lelahku, merasakan sulitku, merasakan adanya aku..
Kali ini, banyak doa yang aku panjatkan. Apakah ia akan mendengarnya? Aku membutuhkan dukungan itu. Sekali saja..bicaralah seperti dulu kau berbicara! Malam ini aku jatuh kembali. Dapatkah ia mendengarkan teriakanku? Relakah ia menjulurkan tanggannya untukku? Sudikah ia menjadi bagian diriku saat ini? Saat aku kembali mengerluarkan emosi tangisanku karnanya dan untuknya?
Aku mohon.. Bisikkanlah walau hanya terdengar panggilan namaku dengan deru hafas mengiba.
...kalau doaku terkabul, aku ingin hatiku di cabut. Agar tidak perlu merasakannya lagi, sesuatu yang mengeraskan hati ini. Aku terlalu lelah untuk berjalan. Namun, masih mampu merangkak. Hanya saja, merangkak membuat lutut dan kedua telapak tanganku merasakan sakit. Apa aku harus diam ditempat? Lagipula untuk apa aku maju. Toh tak ada lagi yang aku kejar di ujung sana. Tidak ada lagi alasan yang tepat. Ya. Lebih baik diam saja disini. Merapat di sudut ruangan dan menangis sekerasnya, sepuasnya, seperihnya.. Melarut bersama cairan itu..
Terima kasih untuk warna baruku.. si Marun. Panggil aku begitu. Merah tidak, Hitam juga tidak..
Percayalah kasih..Cinta tak harus memiliki..
Walau kau dengannya..Namun ku yakin hatimu untukku..
Percayalah kasih..Cinta tak harus memiliki..
Walau kau coba lupakan aku..Tapi ku kan slalu ada untukmu..
06 Desember 2010
di pojok tempat tidur, di sebuah kamar..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar